Pilih Hipertensi atau Sakit Kepala?
Hipertensi tekanan darah tinggi tak selamanya identik dengan sakit kepala Meskipun pada banyak kasus hipertensi dikeluhkan penderitanya karena adanya sakit kepala
Pilih Hipertensi atau Sakit Kepala? - Hipertensi atau tekanan darah tinggi tak selamanya identik dengan sakit kepala. Meskipun pada banyak kasus, hipertensi dikeluhkan penderitanya karena adanya sakit kepala.
Namun pada suatu hari, simbah kedatangan pasien wanita yang sudah lanjut usia yang kedatangannya sebenarnya hanya ingin memeriksa tekanan darahnya saja. Jadi saat itu simbah ya nuruti saja ngecek tekanan darahnya. Setelah simbah ukur tekanan darahnya, ternyata hasilnya luar biasa tinggi, yakni 220/130 mmHg.
Simbah : Welhadalah, tensinya tinggi ni bu, 220/130. Ini bahaya lho.
Pasien : Ah mosok, salah kali ngukurnya. Ha wong saya gak mumet babar blas tu dok.. Gak sakit kepala, gak pusing, ha wong biasa saja lho.
Simbah : tekanan darahnya harus diturunkan itu bu. Saya kasih obat ya…
Pasien : Ha wong saya gak sakit kok dikasih obat. Saya kan cuma mau ngecek tekanan darah aja dok.
Simbah : Gini aja bu, ini saya kasih resep. Mau ditebus, diminum atau tidak, terserah. Coba setelah dua hari chek lagi tekanan darahnya.
Dua hari kemudian si pasien datang lagi sambil mengeluh :
Pasien : Dok, ha kok setelah minum obat dokter saya malah tambah mumet, gimana tho ini…
Simbah : Sebentar bu.. mari kita cek berapa tekanan darahnya.
Setelah simbah cek tekanan darahnya, ternyata 145/90 mmHg. Masih termasuk kategori tekanan darah tinggi, namun hanya ringan.
Simbah : Wah sudah lumayan bagus ini bu. Tinggal mempertahankan saja ini…
Pasien : Bagus gimana, ha wong kepala saya malah nyut-nyutan kok bagus. Kalo begini rasanya, mendingan tekanan darah saya dinaikkan jadi duaratus lagi dok…
Hwarakadah…. ha kok ada pasien pekoknya mbingungi kayak gini. Tapi memang ngadepi perpekokan kebingungan kayak begini haruslah sabar. Maka simbah terangkan kondisi pasien tersebut dengan pelan-pelan.
Simbah : Begini bu, tubuh kita itu ibarat mobil, lalu yang namanya penyakit itu ibarat maling. Sedangkan rasa sakit itu alarm mobilnya. Jadi kalo ada maling mau ngobok-obok mobil, sedangkan alarmnya masih tokcer, otomatis alarmnya akan meraung-raung. Tapi kalo alarmnya sudah peyok, walaupun malingnya ngobok-obok mobil ibu, ya adem ayem saja. Tahu-tahu mobilnya sudah disikat habis.
Pasien : Maksudnya gimana itu dok?
Simbah : Lha iya, alarm ibu, yakni rasa sakit kepala itu sudah rusak, alarmnya sudah peyok. Jadi walaupun ibu kemalingan, yakni tekanan darahnya nyampe 220/130 mmHg ya adem ayem saja. Kenapa saat diturunkan malah sakit kepala? Karena tubuh kita punya mekanisme adaptasi. Bagi penderita hipertensi pemula, rasa sakit kepala itu pasti menyertai, namun kalau diabaikan maka seakan jadi biasa. Begitu tekanan dinormalkan, terjadi perubahan yang drastis. Jika dadakan bisa bahaya. Kalo bertahap, biasanya muncul rasa gak enak di kepala.
Pasien : Trus baiknya gimana dok?
Simbah : Bu, sakit kepala itu tidak mematikan meskipun memang sakit. Tapi hipertensi yang parah, itu justru membahayakan jiwa dan dapat mematikan, meskipun ibu tidak sakit kepala. Jadi jika disuruh milih, lebih baik sakit kepala namun tekanan darah normal daripada kepala segar nyaman namun ternyata tekanan darahnya tinggi dan kritis. Untuk mengurangi rasa sakit kepala ibu, ini simbah kasih obatnya.
Ibu itu sekarang menjadi pasien tetap di klinik simbah. Dan sampeyan jangan ikut-ikutan tetep pekok gak paham setelah membaca postingan ini...