Beol Is The First
Beol Is The First, Tak bisa disangkal lagi, yang namanya beol alias boker alias BAB adalah urusan yang manakala datang, sidang MPR pun kalo perlu ijin
Beol Is The First - Tak bisa disangkal lagi, yang namanya beol alias boker alias BAB adalah urusan yang manakala datang, sidang MPR pun kalo perlu ijin. Presiden manapun manakala memimpin sidang kabinet, saat kebelet beol, nggak akan kuat melanjutkan sidangnya kalo beolnya belum diberi jalan.
Hanya saja urusan beol ini seringkali berkurang kenyamanannya saat tempat nongkrongnya gak sesuai selera. Seorang yang biasa nongkrong di toilet model jongkok akan susah BAB (meski sudah dibantu si Dul plus ngeden sak kayange) jika nongkrong di toilet model duduk. Bahkan kalo perlu nangkring dan tetep jongkok meskipun toiletnya model duduk. Demikian juga sebaliknya.
Nah simbah pernah ngalami masup daerah yang penduduknya jarang punya toilet alias mbese (baca : WC). Adanya jumbleng, alias jugangan (lobang) dalam, yang diatasnya diberi papan buat nongkrong. Baunya ngudubilah setan kobar. Karena gak tahan ngempet beol, ya sudah nongkrong saja disitu. Tentunya sambil membawa minyak wangi yangtelah dioles di tangan sebagai penetral bau.
Syahdan, di daerah itu (tepatnya di Punung, Pacitan), sudah 3 hari simbah gak beol gara-gara si kotoran gak kompromi mau keluar gara2 napsu beol ilang ngliat jumblengnya. Maka keluhan gak beol 3 hari ini didengarsalah seorang warga setempat. Maka sebagemana layaknya warga ndeso kluthuk, simbah ditawari beol di rumahnya.
Wah beneran, simbah pikir ditawari mbese. Maka salah seorang temen simbah yang anak dokter bedah, ikutan nimbrung. Soalnya sudah 2 hari juga belum beol. Saat sampai di rumah warga tersebut simbah dikasih seember air trus disuruh ke belakang. Maka simbah ke belakang. Setelah sekitar lima menit mencari, kok gak ada bangunan mbese yang ada kebon luas penuh ilalang.
Lhadalah, jebul simbah disuruh beol di kebon tho, blaik tenan. Ya sudah, setelah nyari tempat aman simbah nangkring di salah satu tempat di kebon itu. Tak berapa lama, datanglah serombongan ayam beserta anaknya, berduyun-duyun mendatangi simbah. Hwarakadah, piye ki?? Lha mesthi dithohtoli pitik iki mengko. Maka simbah ambil batu trus simbah lempari ayam itu.
Singkat cerita, simbah kembali ke rumah warga itu dan giliran temen simbah, si anak dokter ahli bedah yang mau beol. Simbah gak cerita banyak sama dia. Cuma simbah peseni, agar dia bawa batu yang banyak. Dia pikir batu buat istinjak (bersuci), simbah bilang bukan. Tapi buat mbalangi pithik. Weks...
Simbah jadi mikir para petinggi negeri ini yang sering menasehati rakyatnya agar hidup sederhana, sabar menghadapi cobaan, dsb dsb. Cobalah sekali saja beol di jumbleng mereka. Biar merasakan, kurang sabar apa sebenarnya rakyat ini. Juga itu para mubaligh yang sering mubal-mubal omongan di mana-mana itu.
Nah simbah pernah ngalami masup daerah yang penduduknya jarang punya toilet alias mbese (baca : WC). Adanya jumbleng, alias jugangan (lobang) dalam, yang diatasnya diberi papan buat nongkrong. Baunya ngudubilah setan kobar. Karena gak tahan ngempet beol, ya sudah nongkrong saja disitu. Tentunya sambil membawa minyak wangi yangtelah dioles di tangan sebagai penetral bau.
Syahdan, di daerah itu (tepatnya di Punung, Pacitan), sudah 3 hari simbah gak beol gara-gara si kotoran gak kompromi mau keluar gara2 napsu beol ilang ngliat jumblengnya. Maka keluhan gak beol 3 hari ini didengarsalah seorang warga setempat. Maka sebagemana layaknya warga ndeso kluthuk, simbah ditawari beol di rumahnya.
Wah beneran, simbah pikir ditawari mbese. Maka salah seorang temen simbah yang anak dokter bedah, ikutan nimbrung. Soalnya sudah 2 hari juga belum beol. Saat sampai di rumah warga tersebut simbah dikasih seember air trus disuruh ke belakang. Maka simbah ke belakang. Setelah sekitar lima menit mencari, kok gak ada bangunan mbese yang ada kebon luas penuh ilalang.
Lhadalah, jebul simbah disuruh beol di kebon tho, blaik tenan. Ya sudah, setelah nyari tempat aman simbah nangkring di salah satu tempat di kebon itu. Tak berapa lama, datanglah serombongan ayam beserta anaknya, berduyun-duyun mendatangi simbah. Hwarakadah, piye ki?? Lha mesthi dithohtoli pitik iki mengko. Maka simbah ambil batu trus simbah lempari ayam itu.
Singkat cerita, simbah kembali ke rumah warga itu dan giliran temen simbah, si anak dokter ahli bedah yang mau beol. Simbah gak cerita banyak sama dia. Cuma simbah peseni, agar dia bawa batu yang banyak. Dia pikir batu buat istinjak (bersuci), simbah bilang bukan. Tapi buat mbalangi pithik. Weks...
Simbah jadi mikir para petinggi negeri ini yang sering menasehati rakyatnya agar hidup sederhana, sabar menghadapi cobaan, dsb dsb. Cobalah sekali saja beol di jumbleng mereka. Biar merasakan, kurang sabar apa sebenarnya rakyat ini. Juga itu para mubaligh yang sering mubal-mubal omongan di mana-mana itu.
Agar nasehat sabar dan taqwanya lebih mantep, cobalah sekali-sekali hidup ala rakyat jelata itu, tinggal di tengah-tengah mereka, sehingga gak gampang menyebar fatwa membodohkan rakyat, mengkafirkan orang lain, dan agar bisa lebih sabar membimbing umat ini.