Membentuk Moral Anak melalui PAUD Informal
Membentuk Moral Anak melalui PAUD Informal - Banyak data dan contoh kasus yang menunjukkan buruknya kualitas moral terjadi pada anak-anak.
Membentuk Moral Anak melalui PAUD Informal - Banyak data dan contoh kasus yang menunjukkan buruknya kualitas moral terjadi pada anak-anak. Berbagai perilaku menyimpang yang mereka lakukan ditengarai dan disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka terhadap nilai diri yang positif.
Sikap saling menghargai, menolong, berempati, jujur, lemah lembut dan sebagainya tidak jarang hilang dari pribadi anak. Sebaliknya, mereka justru akrab dengan hal-hal yang negatif seperti kekerasan, kebohongan, licik, egois dan sebagainya.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah ini murni kesalahan mereka? Tentu saja tidak. Kita, sebagai orang dewasa, terlebih lagi sebagai orang tua, tidak bisa serta merta mengarahkan telunjuk kepada anak-anak yang bermasalah itu. Bisa jadi tereduksinya kualitas moral mereka justru disebabkan oleh kelalaian orang tua dalam proses pendidikan moral anak.
Memang kasus-kasus di atas dilakukan oleh anak-anak yang tidak lagi berusia dini, namun demikian besar kemungkinan hal tersebut merupakan potret dari gagalnya keluarga dalam menjalankan fungsi pendidikan, terutama pendidikan bagi pembentukan karakter dan sikap positif anaknya yang masih berusia dini (0-6 tahun).
Berbagai literatur menyebut, karakter seorang anak/remaja tidaklah langsung dipunyainya begitu ia lahir. Karakter bukanlah hasil genetika (nature) semata, namun hasil bentukan, yang berupakan gabungan antara genetika dan lingkungan (nurture).
“Usia dini, bahkan ketika anak masih di dalam kandungan, merupakan saat yang paling tepat untuk mengasah karakter anak, baik positif maupun negatif”
Demikian pemerhati masalah sosial anak, perempuan, dan keluarga, Neni Utami Adiningsih, Ir., MT kepada media koran pendidikan. Bahkan, mengutip hasil penelitian Glueks (1986), sesungguhnya potensi remaja untuk menjadi nakal sudah dapat diidentifikasi sejak ia berusia dua atau tiga tahun, yang tampak dari adanya perilaku antisosialnya.
Menurut Neni, yang paling berpeluang membentuk karakter anak tentu saja lingkungan yang paling awal, paling dekat dan paling sering ditemui anak, yaitu keluarga. Dalam konteks inilah keberadaan dan keberdayaan keluarga menjadi urgen. Selain merupakan lingkungan yang pertama dan utama ditemui anak. Keluarga juga menjadi pemantau pertama dan utama atas perilaku anak.
Peran Keluarga dalam pendidikan anak usia dini
Dikatakan, kesibukan mencari nafkah, keinginan aktualisasi diri, dan berbagai alasan lain membuat semakin banyak orang tua yang melepaskan fungsinya dalam memberikan pendidikan, bahkan sejak anaknya masih berusia dini. Hal ini bisa disimak dari trend semakin muda saja usia anak-anak yang disekolahkan.
Padahal, menurutnya, sebuah penelitian menyimpulkan bila 70 persen watak anak merupakan hasil pola asuh dalam keluarga. Sedangkan sekolah hanya berperan 30 persen, 25 persen merupakan hasil bentukan guru dan lima persen merupakan hasil paparan lingkungan. Mengapa bisa demikian? Karena dalam keluargalah lebih terbuka kesempatan untuk mengasah otak bawah sadar anak.
“Otak kita terdiri dari otak sadar dan otak bawah sadar. Otak sadar hanya aktif saat kita sengaja melakukan sesuatu. Sedangkan otak bawah sadar aktif 24 jam sehari terus menerus. Dan sudah mulai bekerja sejak bayi masih dalam kandungan hingga akhir usia”
Urainya sembari menyebut hasil penelitian yang menyatakan bahwa ternyata di otak bawah sadar inilah terpasang semua potensi hidup yang dimunculkan dalam bentuk sikap, nilai hidup, ketreampilan, kecerdasan, kepribadian dan kebiasaan.
Ditambahkannya, salah satu sifat otak bawah sadar ini adalah “tidak kritis”. Jadi apapun informasi yang diterimanya akan tetap disimpan dan dianggap benar. Itu sebabnya orang tua harus menyaring informasi yang akan masuk ke otak bawah sadar. Agar anak mempunyai perkembangan mental, spiritual, dan moral yang optimal. Orang tua harus mampu memilah dan memilih ucapan dan perbuatan yang positif. Tidak sembarang berkata dan bertindak, karena bisa jadi hal itulah yang ditiru anaknya.
“Memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini merupakan solusi jangka panjang yang sangat mendesak untuk segera diterapkan di tengah carut-marutnya moralitas para remaja. Dan keluarga merupakan institusi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang paling tepat” imbuhnya.
Neni berharap dilakukannya pemberdayaan keluarga, agar bisa memberikan pendidikan bagi anggota keluarga yang masih berusia dini dengan seoptimal mungkin. Tujuannya untuk membuat untuk masa depan anak-anak kita yang lebih baik.
Ditambahkannya, salah satu sifat otak bawah sadar ini adalah “tidak kritis”. Jadi apapun informasi yang diterimanya akan tetap disimpan dan dianggap benar. Itu sebabnya orang tua harus menyaring informasi yang akan masuk ke otak bawah sadar. Agar anak mempunyai perkembangan mental, spiritual, dan moral yang optimal. Orang tua harus mampu memilah dan memilih ucapan dan perbuatan yang positif. Tidak sembarang berkata dan bertindak, karena bisa jadi hal itulah yang ditiru anaknya.
“Memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini merupakan solusi jangka panjang yang sangat mendesak untuk segera diterapkan di tengah carut-marutnya moralitas para remaja. Dan keluarga merupakan institusi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang paling tepat” imbuhnya.
Neni berharap dilakukannya pemberdayaan keluarga, agar bisa memberikan pendidikan bagi anggota keluarga yang masih berusia dini dengan seoptimal mungkin. Tujuannya untuk membuat untuk masa depan anak-anak kita yang lebih baik.
“Anak tidak saja harus sehat dan cerdas, namun juga bermoral”
Tegas penggagas Forum Studi Pemberdayaan Keluarga (Family Empowerment Studies Forum) ini.
Baca juga: Penyelenggaraan paud berbasis keluarga